KESEBELAS (AKHIR)
Sekitar 2 hari lalu ia melalui hal yang bisa dibilang sulit. Lantaran mengumpulkan bukti untuk meyakinkan sang atasan, bahwa Sadega adalah dalang di balik semua kekacauan. Pun, ia memaksakan kesehatan dirinya sendiri lantaran dirasa memasuki keadaan genting. Andin pun sempat beberapa kali adu mulut oleh sang dokter lantaran dirinya belum begitu stabil. Memakai dalih tugas negara adalah senjata jitunya, akhirnya ia diijinkan untuk kembali menjalankan aksinya.
"Kepada seluruh rekan, saya minta kerja samanya. Siapapun yang melihat Sadega, segera tangkap dan bawa ke hadapan saya," titah Andin kepada semua rekannya yang sekarang tengah dalam misi menangkap Sadega.
Amat tak menyangka bahwa rekan yang ia percayai rupanya mengkhianati. Selepas kemarin berbincang dengan Ilham, ia memutuskan untuk menelisik lebih jauh siapa sesungguhnya Sadega Dananjaya. Rupanya, ia merupakan putra bungsu dari Wangsa yang memang sengaja disamarkan identitasnya dengan alasan berkehendak sesuai cita-cita dan tak ingin diketahui oleh warga, karena katanya menjadi polisi bisa merusak citra ayahnya. Entah apa alasannya, tidak tahu pasti.
Namun siapa sangka bahwa ia memiliki kepribadian ganda, bisa menjadi malaikat surga sekaligus penghuni neraka. Dari orang yang berkenan memberikan saksi, beberapa tahun lalu rumah sakit jiwa dianggap sebagai rumahnya sendiri. Suatu waktu pernah kabur dan menyebabkan kekacauan amat besar. Kekacauan tersebut terjadi saat sang ayah bebas dari tuduhan dan ya ... siapa sangka dalang di balik terbunuhnya Setra adalah Sadega.
"Tolong semua jalan diblok. Saya ulangi, tolong semua jalan diblok sementara!" titah Andin kepada semua rekan polisi melalui handy talkey.
"Target ada di dekat jembatan merah," tutur salah satu rekannya yang terdengar di handy talkey.
Semua menyiapkan diri ketika rupanya posisi target kebetulan akan dilewati. Namun ketika semua sudah sigap untuk turun, Andin bertitah agar semua bersembunyi di balik semak. Karena ia ingin sekali menangkapnya sendiri. Walau sedikit ada perdebatan, akhirnya semua pun menyetujui.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ°°°
Sudah sekitar 10 menit Dega belum memperlihatkan keberadaannya. Terlihat Andin yang kurang nyaman lantaran banyak nyamuk yang menggigiti tubuhnya, akhirnya ia berinisiatif untuk pindah tempat. Saat beranjak ia pun terperanjat karena tak jauh dari keberadaannya, ia melihat sosok yang ia tunggu.
"Mau nangkep saya ya Ndin?" tutur Dega dengan terbahak. Dilihat dari gestur, agaknya ia sedang dalam keadaan yang mabuk, atau bisa jadi dipengaruhi obat-obatan? Entah, yang pasti jalannya seperti orang yang sakau.
"Kenapa Mas harus ngelakuin itu semua?" tanya Andin yang menahan air mata karena tak sanggup berhadapan dengan rekannya yang merupakan dalang di balik kekacauan.
"Kenapa ya? Kenapa kamu nggak tanya diri kamu sendiri? Sopan nggak manggil orang tua pakai nama? Sopan nggak nyudutin orang di depan umum, yang bahkan sama pengadilan dinyatakan nggak bersalah? Sopan nggak? Sopan nggak anjing?!!" tanya Dega dengan amat murka dan berusaha maju untuk mendekati Andin. Andin yang mendengarnya hanya bisa tertegun lantaran mungkin sikapnya rawan menyakiti banyak pihak.
Melihat Dega mengarahkan pistol ke arah Andin membuat semua rekan polisi yang ada di balik semak-semak muncul dan menodongkan pistol ke arahnya sembari salah satunya menyeletuk, "Menyerahlah, sebelum hukuman yang akan kamu dapat, bisa bertambah."
"Aku bakalan nyerah kalau si jalang nggak tau diri ini berlutut minta maaf dan ciumin kakiku," ucap Dega menurunkan pistolnya dan kembali berjalan mendekati Andin, membuat Andin berjalan mundur. "Atau ayo kita ke hotel terus layani aku sebagai ganti atas kesalahan yang kamu perbuat. Kamu nikah sama suamimu juga belum dijamah, kan?"
Tak terima karena mendengar penuturannya, Andin pun mengarahkan pistol ke arah Dega. "Bajingan nggak tau diri-"
DOR!
Peluru meluncur tepat ke arah dada, Andin pun jatuh karena tak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Terakhir kali yang ia lihat adalah Ilham yang berusaha menyadarkannya dan langkah kaki dari Dega yang sepertinya melarikan diri. Lalu, semuanya pun menjadi ... gelap sekali.
(Note : Untuk menghayati cerita sila buka video ini. Video didapatkan dari channel youtube hndlsh)
https://drive.google.com/file/d/1ItSheMmpJsQ09Y3ZX0wB_A09SOD_qhH3/view?usp=drivesdk
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ°°°
Riuh cakap beberapa kepala mendominasi restoran cepat saji ini. Beberapa di antaranya ada yang sudah mendengkur sampai ada yang masih asyik melantur. Satu meja yang menarik netra, mereka perkumpulan kepala yang berdasi dan terlihat memiliki standar harga diri yang tinggi.
"Hidup Pak Wangsa!"
"Pak Wangsa tak bersalah!
Mereka bersorai merayakan atas sosok insan yang masih renyah tertawa seolah telah mendapat sebuah kemenangan. Beberapa kepala di meja masing-masing dijamin terganggu oleh kehadiran mereka yang sedari awal tak lelah membuat bising. Termasuk Andin yang tiba-tiba terbangun dari tidur lelapnya lantaran kehabisan tenaga mengejar lepasnya buronan yang membuat kepalanya amat pening.
Andin terheran karena terakhir kali ia tertembak oleh peluru yang diluncurkan Dega tepat ke arah dadanya, lalu kenapa dirinya ada di dalam ruang makan cepat saji ini?
"Ham? Bukannya kita lagi ngejar Mas Dega ya?"
"Hah? Dega sopo Mbak?" Bukannya menjawab, Ilham malah bertanya balik. Andin yang mendengar pernyataan Ilham makin seperti orang linglung. "Mbak tuh udah minum berapa gelas coba, ayo pulang aja. Jangan ngelantur," lanjut Ilham seraya menyeret Andin keluar dari tempat makan cepat saji tersebut.
Jadi selama ini, dia hanya bermimpi?
Komentar
Posting Komentar