KETIGA
"Ketika ada yang berjuang membombardir ketidakadilan akibat penyelewengan kekuasaan demi sebuah kenyamanan. Maka mereka yang bijak akan membela dan bersuara," tutur Andin tegas. Ucapannya mendominasi ruang introgasi, mengingat rupanya ia dan tim baru mendapat seorang saksi. Ya, saksi atas perkara David dan sang penyair. Ilham menuturkan ia sempat mendengar percakapan singkat sang saksi dengan seseorang melalui ponsel dan menyebut nama David beberapa kali.
"Saya bukan golongan orang bijak." Andin seketika meringis mendengar penuturan sang saksi. "Sudah sekitar lebih dari enam jam tak jua Anda membuka suara. Pak, kalau tahu jangan diam saja dan seakan menutup semua panca. Bapak bisa terjerat hukum karena tak taat dan ikut terlibat dalam kejahatan yang ada."
Sang empu hanya diam seribu bahasa, membuat Andin dan juga Ilham saling memandang. "Bersuaralah Pak, jangan sampai kepengecutan terlalu lama mengendap dalam jiwa. Jangan sampai kebenaran dan keadilan terbelenggu karena bapak tunduk dan mungkar," tutur Ilham dengan tegas.
"Pengecut ya? Hahah. Tapi ya gimana, ini demi saya dan keluarga agar bertahan hidup," ujarnya sangat lirih.
"Ya Pak?" Agaknya suara yang terdengar sangat lirih sehingga Andin menyuruh sang saksi untuk mengulang kembali apa yang dituturkan.
"Saya enggan bersaksi," tutur bapak tua sembari menunduk, seperti terlihat menyembunyikan sesuatu.ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
"Ah, memang benar ya. Saat ini diam bukanlah emas berharga. Namun hanyalah bawaan rasa tidak peduli yg ada," ujar Andin frustasi.
"Baiklah, enam jam yang bisa saya gunakan untuk menangkap para bandit malah saya gunakan sia-sia untuk menunggu Anda yang enggan bersuara. Bukti kuat dan Anda akan terjerat. Selamat bergabung dengan para kumpulan orang yang tak taat, singkatnya, penjahat," lanjutnya dan menepuk singkat bahu bapak itu lalu kemudian meninggalkan ruangan dengan berbagai umpatan.
Sekiranya ada koreksi, sila sampaikan di sini. Jika sudah diberi, akan langsung #Asha revisi.
BalasHapus