KEENAM

Siang ini Andin dan Dega ditugaskan untuk melontari beberapa pertanyaan terkait kesaksian David sebagai tersangka insiden pembunuhan Luna, sang penyair terkenal dari Yogyakarta. Andin tak berhenti mengontrol emosinya, lantaran sedari tadi David hanya menjawab dengan jawaban seadanya.


"Saya tanya sekali lagi, siapa yang menyuruh kamu untuk bertindak keji?" tanya Andin dengan sesekali mengetik.

"Sudah dibilang dari tadi, atas dasar kemauan sendiri," jawab David sembari menggigiti kuku ibu jarinya.

"Baik," Andin mengusap wajahnya dengan kasar, "pertanyaan selanjutnya, beri alasan mengapa Anda melakukan hal tersebut."

"Dia nyebelin, makannya main bentar kemarin di lorong." Jawaban David berhasil membuat Andin kembali geregetan. Kalau saja bukan tuntutan pekerjaan, pasti ia akan menghadiahi wajah David dengan sejumlah bogeman.

"Kami tidak punya banyak waktu, jadi jangan membuat alasan konyol untuk kematian seseorang. Jujurlah untuk memperingan hukumanmu nanti, David," mata Andin menatap tajam sang tersangka dan yang dipandangi hanya menahan tawa, "ngguyu? Opo sing lucu cok?¹" Kehabisan kesabaran, Andin pun maju ke depan. Namun terurung karena mendapat teguran seseorang lewat mic dari bilik pantau yang ternyata adalah sang atasan.


Kembali ia duduk dan menenangkan emosi. Belum sempat ia mengajukan pertanyaan lagi, pintu ruangan terbuka dan terdapat Ilham yang berjalan masuk sembari membisiki.


"Dia mau bersaksi?" tanya Andin sembari melirik David, "suruh dia ke sini."


Seorang pria tua memasuki ruangan dengan jaket hijau yang sedikit usang. Andin mempersilakan duduk agar cepat selesai dan waktu yang dipunyai tidak terbuang. Yang dititah hanya mengangguk dan duduk.


"Asma Bapak, Kardi Sulistyo, benar?" tanya Andin dengan nada tenang dan hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh sang saksi, "Baik. Langsung saja ya, Bapak berada di tkp jam berapa? Lalu kenapa Bapak bisa berada di sana?"

"Sekitar jam 11 malam saya melintasi tkp. Saya sering melewati lorong tersebut karena itu jalan pintas tercepat untuk kembali ke rumah, Bu." Pernyataan Kardi membuat jemari Andin semangat untuk mengetik laporan. Sesekali netranya mencuri pandang ke arah David, orang tersebut turtunduk gelisah sembari mengigiti jari.

"Pertanyaan selanjutnya, apakah Bapak melihat orang lain di sekitar tkp selain David dan Nindi?" tanya Andin secara antusias kepada Kardi. Belum sempat Kardi menjawab, ia tiba-tiba mengaduh. "Bu, maaf saya tiba-tiba pengen ke belakang," ujarnya sembari memegangi perutnya. Paham karena mungkin terlalu gugup, Andin pun mengangguk dan memberi perintah kepada Ilham untuk menemani saksi ke toilet. Namun dicegah oleh Dega lantaran dirinya juga menahan kencing, jadi ia mengujar biar sekalian.

Sembari menunggu sang saksi kembali, ia melanjutkan pengetikan laporan. Namun netranya dibuat tak fokus lantaran melihat gerik David yang amat gelisah. Lagi-lagi ia mendapati David menggigiti kuku. "Kenapa? Pengen ke toilet juga?" Pertanyaan Andin membuat David mengangguk cepat, ia pun memberi perintah kepada Ilham untuk menemani David ke toilet. Belum selesai mereka berjalan ke depan pintu, terlihat Dega berlari dari arah toilet dengan mimik muka khawatir.

"Din! Hah ... hah ... saksi tewas di kamar mandi," ujar Dega dengan nafas tersengal, terlihat ada lebam di area pipinya.

Komentar

Postingan Populer