KESEPULUH
"Din!" seru seorang pria yang berlari menuju arah Andin. Ia menyipitkan mata karena pandangannya masih sedikit kurang jelas lantaran usai bangun dari tidurnya.
"Nggak papa?" Rupanya pria itu Dega, ia bertanya dengan nada khawatir. Andin yang mendengarnya hanya mengangguk tersenyum dan balik bertanya, "Ilham mana?"
"Ada keperluan katanya. Tenang ya, ini bakalan diusut sampai tuntas," tutur Dega dengan nada meyakinkan. Andin yang mendengar penuturan Dega hanya bisa menghela nafas dan berujar, "Hah ... Ini mah pasti ketangkep, Mas."
Dega yang mendengarnya hanya mengerutkan dahi, ingin rasanya bertanya namun Andin sudah berbicara. "Aku sebenernya curiga sama orang. Niatnya nggak mau, tapi semakin yakin pas liat gerak-geriknya. Mulai dari kita bahas si tua bangka Wangsa yang nggak tobat itu. Terus pas insiden David, dia ini telfon ada bilang di kamar gitu sambil buang muka."
"Nggak ada yang lebih konkret? Kan cuma terkaan?" tanya Dega.
"Ada. Aku lihat gantungan kunci di kamarnya, ada gambar serangga. Persis kaya gini," tangannya merogoh saku jaket untuk mengambil sesuatu dan menunjukkan kepada Dega, "Ini yang aku temuin pas semalem perutku ketusuk. Untung aja tak bawa, terus punya Ilham juga udah tak screenshoot."
"Hm ... Gitu ya, tapi menurutku itu belum cukup membuktikan. Hilangi kebiasaan burukmu yanh sering buru-buru menyimpulkan itu," ujar Dega sembari mengacak pelan surai Andin. Yang dititah hanya mengangguk lemas dan menghela napas, "Mas keluar sebentar ya."
Andin tersentak dan segera menahan lengan Dega yang hendakbergi. "Eh Mas nanti balik kan?"
"Iya, cuma beli minum kok," tutur Dega sembari mengangguk.
"Kalau gitu aku nitip handphone boleh? Mau tidur lagi, pusing banget. Oh iya kebetulan di situ ada video kemarin aku ngerekam kejadian di lorong," ujarnya menyerahkan hp miliknya kepada Dega, yang diperintah hanya mengangguk dan kembali melenggangkan langkah. Baru dapat 3 langkah, Dega berhenti dan berujar, "Oh iya Ndin, lain kali sama orang yang lebih berumur yang sopan ya. Walaupun kamu kesal, seenggaknya hargai dia sebagai orang tua."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ°°°
Meregangkan otot adalah kebiasaan Andin ketika bangun dari tidurnya. Jemarinya bergerak menggesek-gesek netra yang masih tertutup dengan sesekali menguap. Ia menerjap dan melihat ke arah sekitar, terlihat Ilham yang sedang bermain ponsel. Dahinya menyirit karena tak menemukan sosok yang ia cari. "Loh Ham? Mas Dega mana?" tanya Andin.
"Mas Dega emang ke sini? Aku ke sini sedari 2 hari lalu nggak ada siapa-siapa kok," jelas Ilham yang berhasil membuat Andin menyiritkan dahi. "Dua hari? Aku tidur selama itu?" tanya Andin dengan heran.
"Iya, awalnya aku kira Mbak tidur, tapi sampai malem nggak bangun. Aku terus tanya dokter, katanya Mbak minum segelas air yang ternyata dikasih obat tidur. Tapi untungnya aku belum terlambat lapor." Ilham memasukkan ponselnya ke saku dan melangkah mendekati Andin sembari menyerahkan 1 botol mineral bekas ke arahnya.
"Loh ini minuman dari Mas Dega semalem," ujarnya dengan memelankan suara di bagian ujung kalimat dan bertanya, "dia ditelfon diangkat nggak Ham?" Yang ditanyai hanya menggeleng.
"Ham, Mbak minta kamu jujur, gantungan kunci kaya-" Andin merogoh saku jaketnya untuk menunjukkan sesuatu. "HEH ILANG?!" serunya dengan lantang sehingga membuat perawat yang sedang lewat melihat ruangannya.
"Apa to Mbak?" tanya Ilham dengan bingung.
"Gantungan kunci kayu bulet, terus ada sablon timbul gambar kalajengking. Itu kamu dapet dari mana?" tanya Andin dengan nada tergesa.
"Oh itu, aku dapet pas kita nangkep David," jelas Ilham yang kemudian duduk di tepi ranjang.
"Mbak minta tolong, kamu telfon orang kantor buat nanyain Mas Dega," titah Andin yang membuat Ilham mengangguk. Jemari Ilham bergerak mencari kontak yang dihubungi, menekan icon memanggil dan menyalakan speaker. Ketika sudah terhubung, Ilham pun segera bertanya sesuai permintaan Andin.
"Si akang teh sedari kemarin nggak kelihatan," jawab salah satu penjaga di kantornya yang kemudian membuat Andin bangun dan bergegas keluar.
Komentar
Posting Komentar