KETUJUH

 Suara jangkrik dan detakan jam dinding mendominasi kesunyian malam ini. Terlihat Andin sedang berkecamuk dengan pikirannya sendiri, lantaran hari kemarin ia dan tim kehilangan satu-satunya saksi. Resah karena ia berpikir tak membuahkan hasil sedari tadi, astanya bergerak menyalakan laptop yang semula mati. 'Luna dan Wangsa' adalah satu kalimat yang akan ia cari. 

Jemarinya mengetik beberapa kata, dan terlihat beberapa artikel muncul di depan mata. "Banyak banget gila? Padahal cuma iseng menerka," matanya membelalak ketika melihat perkataan bahwa rumornya Wangsa menggelapkan sejumlah uang dan media menerka bahwa Luna sengaja dijadikan pengalihan isu semata, "wah si tua bangka, nggak ada tobat-tobatnya."

Astanya bergerak mencari ponsel guna menghubungi timnya untuk melakukan diskusi ringan. Tak lama kemudian rupa Ilham dan Dega muncul di depan layar.

"Kenapa Mbak?" tanya Ilham sembari menyesap secangkir kopi.

"Gini guys, aku nggak sengaja menerka kalau insiden penusukan Luna ini ada kaitannya sama si tua bangka, Wangsa. Terus aku nemu beberapa artikel perihal keduanya, Luna dirumorkan dijadikan pengalihan isu karena Wangsa menggelapkan sejumlah uang," jelas Andin kepada kedua rekannya.

"Bentar, hubungan Luna sama Wangsa ini apa? Maksudku kalau mereka dekat atau keduanya pernah nggak akur, terkaanmu ini bisa dijadikan salah satu petunjuk," tutur Dega kepada Andin.

"Sek, aku nyambi baca artikel lain juga," tutur Andin sembari kembali membaca artikel di halaman berikutnya, "nah ini katanya Wangsa ini pernah melakukan pelecehan seksual sama Luna."

"Hmm ... Tapi kalau dipikir, media itu bekerja menghalalkan segara cara agar apa yang mereka sajikan dilihat oleh banyak netra," jelas Dega, ia mengingatkan ke kedua rekannya untuk tidak memakan berita secara mentah oleh para media. 

"Aku setuju sama pendapatmu Mas Ga. Tapi bisa jadi nih, takut si Luna ini nyebar berita kalau si Wangsa beneran merkosa dia. Barangkali takut sama martabat dia yang jatuh sebagai pemilik Perusahaan X Yogyakarta yang terkenal itu. Sama seperti kasus Mas Setra dulu, nggak pengen namanya jatuh akhirnya ya ditutup," sanggah Ilham.

"Memang dulu kasus Setra ditutup kenapa?" tanya Dega dengan menunjukkan raut muka bingung.

"Lho Mas Dega nggak tahu? Oh iya kan Mas anggota baru ya." Pertanyaan Ilham berhasil membuat Dega terkikik geli sembari menyahut, "nanya sendiri, jawab sendiri."

"Aku maju tak gentar, tempat kerjaku bukannya membela yang benar malah membela yang mbayar," ujar Andin dengan mimik muka yang amat tak menyenangkan.

"Wangsa dibebaskan karena buktimu kurang kuat dan kantor kita dibayar biar kasus suamimu ditutup?" tanya Dega. Andin hanya menjawab dengan anggukan lemas, karena ia terlalu malas mengingat kejadian lampau yang membuat orang tercintanya tewas. 

Tak ingin terpelosok ke memori lama, netranya curi-curi pandang ke masing-masing ruangan gelap yang berada di belakang Ilham dan Dega. Awalnya biasa saja, namun tak lama netranya sedikit menyipit lantaran melihat sesuatu di kamar Ilham yang tak asing baginya. Sebuah gantungan kayu bergambar seperti serangga. Ia berpikir, agak mirip kalajengking bentuknya. Pernah lihat di mana ya?

Komentar

Postingan Populer